Jumat, 01 Juli 2016

curhatan hati seorang yang kecewa sedari kecil

Aku yang sedari kecil hidup dengan keserbaadaan. Hidup dengan kesederhanaan, Yang menurutku saat itu mewah sekali. Aku yang anak pertama dari tiga bersaudara. Hidup dengan harapan-harapan besar seorang ayah. 

"nanti kalau besar kamu harus jadi dokter ya nak", berusaha menjadikan aku sebagai produk yang tidak boleh gagal. 

Menanggung tanggung jawab besar. Menanggung beban harapan ayah mulai dari aku kecil. 

"kamu gak boleh kalah sama temanmu nak" menjadikan aku yang kecil dan polos menjadi calon manusia yang tidak mau kalah dan mengalah. 

"kalo kamu masuk kedokteran,..." dengan raut binar seorang ayah, aku tak bisa menolak.

"masa kamu kalah nak sama si ..... berapa nilainya... kamu gak oleh dibawah dia nak" aku mendengarkan.

dan suatu ketika "cita-citamu apa?" dengan cepat aku menjawab "dokter"

aku ingin jadi dokter, aku harus ada di atas teman-temanku. Jangan sampai ayah memarahiku. aku takut Ayah marah.

"kok bisa kamu dapet nilai 7. ayah gak mau tanda tangan.?!" 
"nilai apa ini, ayah gak mau tanda tangan?!"
"hmmm 8 masih kurang ini nak, ayah gak mau tanda tangan?!"
"nilai 9? pasti ada yang dapet nilai seratus kan nak? Ayah gak mau tanda tangan?!"

dan begitulah siklus hidup tanda tangan nilai ulangankku. Ayah berharp aku selalu sempurna, tapi ayah lupa kalau manusia gak ada yang sempurna.

"yah ini caranya gimana?" suatu ketika saat aku tak bisa menjawab tugas rumah ku. 
"cari di buku" jawab ayahku
"yah aku sudah cari dibuku tapi gak ketemu"
"cari lagi, semua jawaban ada di buku, cari sendiri" 

ayah membentuk diriku menjadi seseorang yang mandiri, mencari penyelesaian masalah sendiri.

"yah ini jawabannya apa yah? aku cari di buku gak ketemu"
"cari di buku, jangan tanya-tanya terus." ayah menjawab dengan tegar dan sedikit jengkel karena aku bertanya.


ayah membentuk diriku menjadi takut terhadap ayah ku sendiri, gak berani bertanya lagi dan aku malu setiap ada soal yang susah dan harus bertanya kepada ayah, karena menurutku ayah yang paling bisa membantuku mengerjakan tugas rumah

"wah nak, kalau mau jadi dokter, gigimu harus rata, besok kedokter gigi buat jabut gigi" dan aku hanya diam tak bisa protes. Takut-takut ayah marah. takut bertanya dan pasrah menerima maunya ayah. aku ingin menolak, biarkan gigiku seperti ini. aku gak masalah.


setelah jabut gigi, gigi baru ternyata tidak tumbuh, lobanglah gigiku. ompong?
aku malu.

"gigi mu kemana? hahaha" aku hanya diam

aku malu berkata, aku malu tersenyum lebar, aku malu berbicara dengan orang lain, dan jadilah aku pemalu, jarang berinteraksi dengan orang lain, penyendiri.

_________________________________________________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar